Low-fidelity vs. high-fidelity prototyping

Low-Fidelity vs High-Fidelity Prototyping

Hai UX Design Enthusiast, apakah kamu familier dengan istilah Fidelity di dalam sebuah Prototype? Dalam bidang UX, Fidelity adalah sejauh mana desain cocok dengan tampilan akhir. Fidelity sendiri dibagi menjadi dua bagian, yaitu Low Fidelity (Lo-Fi) Prototype dan High Fidelity (Hi-Fi) Prototype.

Berikut adalah keterangan dari prototype dan bagian-bagiannya.

Prototype

Prototype dalam UX Design adalah representasi awal dari produk atau fitur yang dibuat untuk menguji ide, fungsionalitas, dan interaksi sebelum produk akhirnya dikembangkan. Ini adalah alat penting dalam proses desain yang memungkinkan tim UX untuk secara efektif mengevaluasi konsep, memvalidasi solusi, dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan sebelum produk diperkenalkan kepada pemangku kepentingan (stakeholder) atau pengguna akhir. Dengan kata lain, prototype membantu dalam merancang pengalaman pengguna yang lebih baik sebelum investasi besar dilakukan dalam pengembangan produk. 

💻 Mulai Belajar Pemrograman

Belajar pemrograman di Dicoding Academy dan mulai perjalanan Anda sebagai developer profesional.

Daftar Sekarang

Prototype sendiri adalah unsur krusial dalam framework Design Thinking (UX Design Framework) yang menentukan kapan tahap Prototyping seharusnya diterapkan. Oleh karena itu, mari kita awali dengan membahas Design Thinking untuk memahami lebih lanjut mengenai Prototype.

Design Thinking: UX Design Framework

Dalam UX, kerangka kerja (Framework) berfungsi sebagai instrumen konseptual yang memberikan arahan mengenai praktik dan prosedur paling efektif untuk mengatasi masalah dan membangun solusi. Selain itu, kerangka kerja juga dapat menetapkan landasan untuk proses desain dan mendorong kerja sama tim sehingga memicu potensi solusi inventif. Mayoritas UX Designer mematuhi kerangka kerja atau prosedur tertentu saat menjalankan tugas mereka, mulai dari konsep awal hingga peluncuran produk. Design Thinking Framework sendiri terdiri dari 5 bagian, yaitu Empathize, Define, Ideate, Prototype, dan Test. Yuk, mari kita bahas kelima bagian ini.

Design Thinking Framework

  • Empathize, selama tahap Empathize, fokus utama kamu adalah untuk mendalami informasi mengenai pengguna, masalah, keinginan, serta kebutuhan mereka, juga situasi atau konteks di mana desain kamu akan digunakan. Hal yang paling penting dalam tahap Empathize adalah menjauhkan diri dari asumsi dan tebakan, dan membiarkan hasil penelitian (Research) kamu menuju pengambilan keputusan dalam tahap desain selanjutnya.
  • Define, di tahap Define, kamu akan mengevaluasi hasil penelitian dari tahap Empathize dan menentukan masalah pengguna yang paling krusial untuk diatasi, serta alasan mengapa masalah tersebut menjadi prioritas. Langkah ini akan membimbingmu menuju tujuan yang lebih terdefinisi dalam proses perancangan produk.
  • Ideate, setelah kamu mengidentifikasi permasalahan pengguna dan memahami urgensinya, langkah selanjutnya adalah masuk ke dalam tahap Ideate. Di tahap ini, tujuan utamanya adalah menciptakan sebanyak mungkin opsi solusi desain, kamu bisa explorasi untuk menghasilkan ide, salah satunya adalah dengan cara how might we (HMW) yang memanfaatkan waktu 8 menit untuk membuat 8 sketsa yang berbeda.
  • Prototype, setelah kamu memiliki ide mengenai cara mengatasi masalah tersebut, kamu siap memasuki tahap perancangan Prototype. Di sini, tujuan kamu adalah membuat model awal dari produk yang menunjukkan fungsionalitasnya dan dapat digunakan dalam pengujian (Test), Prototype sendiri terbagi menjadi 2 bagian, yaitu Low Fidelity dan High Fidelity Prototype. 
  • Test, tahap ini memiliki peran penting dalam pengembangan solusi yang efektif untuk mengatasi permasalahan pengguna, dan pendekatan pengujian yang terstruktur dapat membantu kamu menciptakan pengalaman pengguna (User Experience) yang baik.

Sekarang sudah tergambar kan, kapan sebaiknya proses membuat Prototype dilakukan? Sebelum memulai membuat Prototype, kamu perlu mengetahui dua jenis Prototype supaya alur pengerjaannya tertata. Selanjutnya, kita akan membahas mengenai Low Fidelity (Lo-Fi) Prototype dan High Fidelity (Hi-Fi) Prototype.

Low Fidelity (Lo-Fi) Prototype

Low Fidelity Prototype

Sumber: Dribble

Low Fidelity Prototype adalah representasi dasar dan sederhana dari suatu produk atau desain. Biasanya dibuat menggunakan bahan sederhana dan murah, seperti kertas, sketsa, atau digital wireframe. Low Fidelity Prototype digunakan pada awal proses desain untuk mengeksplorasi dan mengomunikasikan ide desain dengan cepat dan hemat biaya. Selain itu, Low Fidelity Prototype juga tidak terlalu detail atau interaktif, tetapi berfungsi untuk menguji dan memvalidasi konsep, tata letak, dan interaksi pengguna sebelum berinvestasi pada Prototype yang lebih canggih (High Fidelity Prototype). 

Low Fidelity Prototype sangat berguna untuk mengumpulkan umpan balik (feedback) dan melakukan perbaikan sesuai umpan balik yang diberikan. Biasanya UX Designer akan mengikuti langkah berikut untuk membuat Low Fidelity Prototype.

  • Membuat user flows, langkah ini memungkinkan UX Designer mengamati bagaimana pengguna mencapai tujuan mereka dan bagaimana interaksi mereka terjadi dalam sistem. 
  • Identifikasi input dan output user, dalam tahap ini, UX Designer akan mengidentifikasi input dan output yang terkait dengan user, serta bagaimana hal ini berkaitan dengan perilaku (behavior) dan ekspektasi user. Selain itu, UX Designer akan mempertimbangkan interaksi yang melibatkan user dan cara interaksi tersebut berfungsi.
  • Membuat sketsa wireframe pertama, UX Designer dapat menggambarkan sketsa user flow dan mengimplementasikan fungsionalitasnya. 
  • Membuat struktur wireframe, pada tahap ini, UX Designer dapat memasukkan konten, seperti teks, gambar, atau video ke dalam bentuk kotak atau sketsa dasar. Hal ini dilakukan semata-mata untuk tujuan visualisasi dan bukan untuk penggunaan sebenarnya.

Perlu dicatat bahwa wireframe dan prototype adalah dua hal yang berbeda. Wireframe adalah langkah awal ketika membuat prototype. Cara ini terbilang lebih cepat, murah, dan berguna untuk kerja sama tim.

High Fidelity (Hi-Fi) Prototype

High Fidelity Prototype

Sumber: Dribble

Dalam desain UX (User Experience), High Fidelity Prototype adalah jenis Prototype yang lebih mendekati tampilan, perilaku (behavior), dan interaksi akhir dari produk atau antarmuka yang akan dikembangkan. High Fidelity Prototype memiliki tingkat keakuratan dan detail yang tinggi sehingga harus memiliki 3 bagian ini.

  • Visual Elements, seperti warna, gambar, ikon, dan tipografi.
  • Navigation, untuk membantu user berpindah antar layar.
  • Interaksi, seperti animasi, transisi halaman, dan responsif terhadap tindakan pengguna.

High Fidelity Prototype biasanya digunakan dalam tahap pengujian lanjutan atau validasi desain, di mana mereka memberikan gambaran yang lebih akurat tentang cara user berinteraksi dengan produk atau antarmuka yang sebenarnya. Ini membantu dalam mendapatkan umpan balik yang lebih konkret dan memastikan bahwa desain yang diusulkan berfungsi dengan baik sebelum melanjutkan ke tahap pengembangan lebih lanjut.

Membandingkan Antara Lo-Fi dan Hi-Fi Prototype

Sekarang kita sudah tahu apa itu Low Fidelity dan High Fidelity Prototype. Selanjutnya, kita akan membandingkan kedua prototype tersebut dari segi waktu dan tenaga, level kedetailan, serta penerapannya pada Design Thinking Framework.

  • Waktu dan tenaga, Lo-Fi prototype dapat dibuat dengan cepat dan murah, sedangkan Hi-Fi prototype membutuhkan lebih banyak waktu dan tenaga karena harus dibuat secara detail.
  • Level kedetailan, Lo-Fi Prototype memiliki tampilan yang minimalis, representasi yang kasar, dan fokus ke fitur utama nya saja, sedangkan Hi-Fi prototype memiliki tampilan yang lebih detail dan realistis sehingga memiliki tingkat kesamaan yang tinggi dengan produk final yang akan dibuat.
  • Penerapannya pada Design Thinking Framework, di dalam Design Thinking, Lo-Fi prototype ideal untuk konsep tahap awal dan dapat dengan cepat menerima feedback untuk proses iteration, sedangkan Hi-Fi Prototype cocok untuk user testing dan menyempurnakan desain akhir.

Kesimpulan

Penting untuk diingat bahwa Prototype adalah alat yang penting dalam UX Design. Dua jenis utama Prototype, yaitu Low Fidelity (Lo-Fi) dan High Fidelity (Hi-Fi), memiliki peran yang berbeda dalam proses desain. Lo-Fi cocok untuk menguji konsep awal dan mendapatkan umpan balik secepat mungkin, sementara Hi-Fi memberikan gambaran yang lebih akurat tentang tampilan dan perilaku (behavior) akhir produk.

Memahami kapan dan bagaimana menggunakan keduanya, serta bagaimana mereka terintegrasi dalam kerangka kerja (framework) Design Thinking adalah kunci untuk menghasilkan produk yang sukses dan memuaskan pengguna. Jadi, mulailah dengan Prototype Lo-Fi untuk menjelajahi ide-ide kreatif dan ujilah dengan Prototype Hi-Fi untuk menyempurnakan desain akhir. Ini adalah langkah kunci dalam menciptakan pengalaman user yang luar biasa. Jika kamu ingin mendalami materi pada blog ini secara mendalam, yuk kita belajar di kelas Belajar Dasar UX Design. Mulai belajar dan jadilah UI/UX Designer masa depan.


Belajar Pemrograman Gratis
Belajar pemrograman di Dicoding Academy dan mulai perjalanan Anda sebagai developer profesional.