Teknologi tidak pernah bisa diam, selalu ada tren baru yang mengiringi pergerakannya. Salah satu tren yang sedang menjadi topik pembahasan banyak programmer akhir-akhir ini adalah no-code dan low-code development.
Bagi kamu yang sedang mempelajari pemrograman, bisa jadi pengetahuan ini akan menarik. Mari kita bahas bersama-sama, ya.
Pengertian
Dalam kehidupan sehari-hari pada era digital, banyak hal menarik yang bisa kita lakukan dengan teknologi. Misalnya, membuat to-do-list melalui Google Calendar, journalling di Notion, serta membuat tabel pengeluaran atau database koleksi dalam Spreadsheet.
💻 Mulai Belajar Pemrograman
Belajar pemrograman di Dicoding Academy dan mulai perjalanan Anda sebagai developer profesional.
Daftar SekarangBagi developer yang bekerja di sebuah perusahaan, mungkin hal yang dikerjakan bisa lebih banyak dan spesifik. Mulai dari membangun landing page untuk kampanye tertentu, membuat serta mengirimkan formulir pendaftaran peserta event, hingga membuat web profil perusahaan.
Meskipun berbagai pekerjaan itu bisa saja terlihat mudah, tetapi jika dikerjakan sehari-hari ternyata dapat memakan waktu. Jadi, waktu yang seharusnya dipakai untuk hal lebih kompleks, habis dalam mengerjakan tugas repetitif tersebut.
Banyak orang berpikir jika melakukan hal-hal tersebut secara otomatis harus bisa ngoding atau punya pemahaman teknologi tingkat mahir. Akhirnya, tak jarang juga tugas-tugas tersebut dilimpahkan pada para programmer. Nah, no-code dan low-code development hadir untuk menjawab tantangan tersebut.
No-code Development
Secara umum, ini adalah “jalan ninja” bagi siapa pun yang tidak memiliki kemampuan pemrograman untuk menciptakan automasi atau membuat aplikasi. No-code development artinya merancang fitur atau aplikasi tanpa menulis kode.
Misalnya, membuat automasi untuk mengirimkan email dengan Mailchimp atau membangun landing page dengan Lovable dan Bolt.
Low-code Development
Secara singkat, low-code development adalah praktik yang masih mengandalkan menulis kode untuk membuat fitur atau aplikasi, tetapi hanya sedikit dan tidak rumit.
Adapun contoh platform low-code development adalah Mendix. Platform ini memungkinkan para penggunanya untuk membuat berbagai aplikasi web dan mobile hanya dengan sedikit kode.
Kelebihan dan Kekurangan
Nah, setelah membahas definisinya, mari kita bahas kelebihan dan kekurangan dari jenis pengembangan no-code dan low-code.
Kelebihan
Dengan adanya no-code dan low-code, inilah kelebihan yang bisa kamu rasakan ketika mengembangkan fitur/aplikasi.
- Proses pengembangan lebih cepat. No-code dan low-code development dapat membuat automasi beberapa tahapan sehingga fitur atau aplikasi yang dibutuhkan bisa selesai dalam hitungan hari bahkan jam saja.
- Lebih hemat dalam pengeluaran biaya. Dengan adanya no-code dan low-code, pengembangan aplikasi yang tadinya membutuhkan banyak resource atau tools menjadi berkurang.
- Memperluas kolaborasi dan mendorong adanya inovasi. Siapa saja bisa terlibat dalam pengembangan aplikasi, termasuk staf dengan kemampuan pemrograman yang sangat rendah atau bahkan tidak memilikinya. Melalui keterlibatan lebih luas, lebih banyak inovasi yang mungkin tercipta.
- Adanya integrasi dan opsi kustomisasi. Pengembangan menjadi lebih fleksibel karena platform no-code dan low-code biasanya menyediakan integrasi dengan tools lain. Selain itu, fitur-fitur yang disediakan juga cenderung lengkap sehingga memudahkan jika ada kebutuhan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan.
- Beban tim IT berkurang. Jika tadinya tim IT harus mengerjakan serta memantau banyak tugas yang repetitif dan cukup memakan waktu, no-code dan low-code menguranginya. Hal ini karena tim lain (terutama bisnis) bisa membangun solusi secara mandiri. Tim IT pun bisa fokus pada hal lain.
Kekurangan
Berikut adalah berbagai kekurangan pada no-code dan low-code development.
- Dependensi pada satu platform tertentu. Memang, no-code dan low-code menghadirkan integrasi, bahkan dengan tools atau platform di luar environment. Namun, hal ini bisa menyebabkan ketergantungan pada platform tertentu. Dampaknya, ketika sewaktu-waktu ada migrasi, hal ini bisa menyulitkan.
- Sistem keamanan terbatas. Biasanya platform no-code dan low-code sudah menyediakan sistem keamanan bawaan. Ini bisa memudahkan, tetapi di sisi lain juga menciptakan batasan kendali dan dapat membuat aplikasi menjadi rentan terhadap serangan.
- Keterbatasan dalam pengembangan tingkat lanjut. Ketika aplikasi semakin besar, fitur semakin banyak, atau bertambahnya jumlah pengguna, pengembangan lebih lanjut tentu diperlukan. No-code dan low-code umumnya belum bisa merancang pengembangan yang lebih kompleks.
- Kurangnya transparansi. Akses terhadap sistem pada platform biasanya terbatas sehingga bisa menyulitkan untuk melihat atau memantau proses yang terjadi di baliknya.
- Pembengkakan biaya di akhir. Beberapa platform no-code dan low-code menyediakan akses lebih luas serta fitur lebih lanjut, tetapi membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Jika tidak mempertimbangkan efisiensi dan terlalu bergantung pada platform tertentu, hal ini justru bisa menambah biaya.
Opini para Programmer Dicoding
Kita telah membahas no-code dan low-code development, mulai dari pengertian hingga kelebihan dan kekurangannya. Selanjutnya, para programmer Dicoding juga memberikan pendapatnya tentang ini, lo!
Rizqy Hidayat – Tech Lead
Salah satu programmer di Dicoding yang memiliki rambut gondrong ini mengungkapkan bahwa ia pernah menggunakan no-code dan low-code development.
“Penerapan yang pernah dilakukan untuk case no-code, aku pernah pakai IFTTT untuk bikin automation tanpa perlu ngoding sama sekali. Ini sepertinya mirip dengan n8n yang telah digunakan oleh Tim Academy. Atau penggunaan framer untuk bikin landing page, tinggal desain drag and drop, tanpa ngoding bisa langsung publish jadi website.
Untuk case low-code, mungkin lebih ke penggunaan back-end as a service, seperti Firebase atau Supabase sehingga developer cukup bikin aplikasi front-end saja. Atau case lain, seperti Metabase untuk business intelligence (BI); kita tetap perlu nulis query untuk mendapatkan datanya, tapi tidak perlu ngoding untuk membangun sistem BI-nya.”
Ketika ditanya apakah adanya no-code dan low-code development akan menggantikan programmer, Rizqy pun menjawab berikut, “Menurutku bukan ancaman, tapi justru bisa membantu engineer untuk deliver dengan lebih cepat, efektif, dan efisien.”
Najib Abdillah – Lead Product Engineer
Selain Rizqy, ada pula Najib yang bertugas di Tim Product Dicoding. Kurang lebih sama, Najib juga pernah menggunakan no-code dan low-code development.
Ketika ditanya bagaimana penerapan no-code dan low-code development yang ia lakukan, inilah jawabannya, “Penerapannya ketika saya ingin memvalidasi MVP agar lebih cepat sehingga bisa mengurai waktu development yang panjang.”
Lalu, Najib pun berpendapat yang sama dengan Rizqy bahwa adanya no-code dan low-code development tidak menjadi ancaman bagi programmer.
“Menurut saya tidak menjadi ancaman. Aplikasi punya proses bisnis yang unik dan beragam sesuai dengan kebutuhannya. Peran programmer tetap dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah di luar kapabilitas fitur no-code/low-code.”
Faridatul Nur Aidah – Product Engineer
Salah satu programmer perempuan di Dicoding yang akrab dipanggil Farida ini juga mengatakan bahwa ia memakai no-code dan low-code development. Ia memanfaatkan platform yang cukup dikenal secara umum, seperti Google Sheet dan Tally untuk membantunya.
“Google Sheet pernah dimanfaatkan formulanya untuk menyambung string. Dulu ini diperlukan untuk membuat sintaks SQL sehingga tidak perlu menulis manual. Adapun Tally Form digunakan dalam meng-handle user interface untuk form registrasi program. Jadi, kita cukup embed Tally Form sehingga meminimalisir effort development membangun user interface untuk form.”
Ketika ditanya mengenai pendapat tentang no-code dan low-code development, apakah akan mengancam programmer, ia menjawab, “Justru menurutku menjadi alat bantu untuk accelerate pekerjaan.”
Penutup
Pada akhirnya, pengembangan no-code dan low-code dalam pembuatan fitur atau aplikasi harus dipertimbangkan sesuai dengan kebutuhan. Tidak semua tugas-tugas programmer dapat dibantu dalam no-code atau low-code development.
Apabila kita melihat kelebihannya, no-code dan low-code cukup membantu programmer dalam mengerjakan tugas-tugas spesifik yang sederhana, tetapi repetitif. Namun, jika melihat kekurangannya, tentu no-code serta low-code belum bisa menggantikan programmer dalam tugas-tugas yang lebih kompleks.
Meski begitu, kehadiran no-code dan low-code development terbukti telah membantu programmer untuk mempercepat waktu serta mengefisienkan berbagai pekerjaan.
Apakah kamu punya pendapat lain terkait hal ini? Boleh ditulis di kolom komentar, ya.
Nantikan artikel-artikel terkait teknologi dan pemrograman lainnya dalam Dicoding Blog. Sampai jumpa lagi!