Nekat Ikut Pelatihan Sambil Mengerjakan Skripsi, Lulus Kuliah Jadi Developer

Cerita Shafa Asyari Ramadhan Lulusan Program Intensif Dicoding

Pernahkah kamu punya ketakutan akan kesulitan mengerjakan skripsi atau tugas akhir? Atau justru, saat ini, kamu sedang di fase itu? Tenang, itu hal yang wajar. Namun, sayangnya, beberapa orang justru terperangkap makin jauh dalam rasa takut untuk membereskan tugas akhirnya. Akhirnya, tugas akhir tersebut tidak berjalan dan membuat mereka lulus lebih lama.

Lain halnya dengan Shafa Asyari Ramadhan (23). Lulusan Teknik Informatika, Universitas Mataram, ini justru ikut salah satu program intensif di Dicoding sambil mengerjakan tugas akhirnya. Penasaran apa alasan terbesar Shafa memilih langkah tersebut? Intip bagaimana perjalanan Shafa mulai dari ikut salah satu program intensif di Dicoding hingga kini berhasil menjadi Junior Developer di Paperless Hospital!

Tertarik Kuliah Informatika Gara-Gara Cuma Bisa Belanja Lewat HP Saat Pandemi

Banyak anak masuk kuliah TI karena mematuhi nasihat orang tua. Namun, anak sulung dari tiga bersaudara ini memilih jurusan TI atas keinginannya sendiri. Siapa sangka, keinginan itu ternyata dipicu oleh pandemi. 

💻 Mulai Belajar Pemrograman

Belajar pemrograman di Dicoding Academy dan mulai perjalanan Anda sebagai developer profesional.

Daftar Sekarang

Saat COVID-19 melanda, dia melihat teknologi berperan penting dalam menjalankan roda perekonomian. Dari situ, laki-laki kelahiran Mataram ini bertekad untuk bekerja di industri TI. Alasannya, dia melihat industri ini sangat vital untuk pergerakan ekonomi dan juga stabil meski kondisinya saat itu sedang terjadi krisis karena pandemi.

“Saat pandemi, kita masih bisa belanja karena ada teknologi. Pesan apa pun bisa lewat aplikasi, tinggal menunggu diantar. Kolaborasi antara tech dan ekonomi itu merupakan salah satu langkah untuk mencapai sustainable growth ke depannya, terutama saat krisis kembali muncul seperti pandemi kemarin,” ujar Shafa.

Demi menekuni dunia tech, Shafa merasa perlu juga mengukur pengetahuannya dalam skala industri. Ia pun membuka diri untuk mengikuti program belajar di luar kampus yang bisa sekaligus dikonversi menjadi SKS. Pilihannya jatuh pada program intensif Dicoding. Informasi program ini ia peroleh dari kakak tingkatnya yang saat itu menjadi mentor.

“Saya dapat info program intensif Dicoding dari kating (re: kakak tingkat). Selain alur belajarnya yang terstruktur, saya juga tertarik ikut program ini karena diajari fundamental mengenai teknologi,” ujar Shafa.

Melihat kebutuhan industri yang dinamis, Shafa memilih alur pembelajaran full-stack. Alasan Shafa memilih learning path ini dikarenakan dia ingin menguasai kedua sisi pengembangan perangkat lunak sekaligus, yakni dari sisi back-end yang kuat dan front-end yang fungsional.

Start Pelatihan, Start Penelitian Tugas Akhir

Tidak pernah ada kata terlambat untuk belajar. Meskipun saat itu Shafa sudah menjadi mahasiswa tingkat akhir, dia tetap mencoba memperkuat fundamental skills-nya. Alasan utamanya adalah agar bisa bersaing setelah lulus nanti dan mudah beradaptasi saat masuk ke industri.

Beruntungnya, program intensif Dicoding yang dia ikuti dilaksanakan secara online, sehingga Shafa bisa mengatur jadwalnya dengan fleksibel sembari melakukan penelitian tugas akhir. Namun, meski fleksibel, Shafa tetap harus berprogres karena program intensif Dicoding menggunakan alur pembelajaran yang terarah dan terjadwal. Harapannya agar di akhir program tersebut, para mahasiswa bisa membuat proyek sendiri yang nantinya bisa menjadi portfolio.

Selain sistem pembelajarannya yang sesuai dengan gaya belajar Shafa, dia juga menemukan kenyamanan dengan suasana belajar di program intensif Dicoding.

“Ketika saya menemukan kendala, mentor di program intensif Dicoding bisa kasih solusi buat saya. Saya juga dapat teman sekelas yang suportif,” ujar Shafa.

Dapat Bekal Soft Skills dan Penghargaan Best Capstone sebagai Penambah Value

Setelah lulus dari program intensif di Dicoding, Shafa merasa memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai hal-hal fundamental di dunia tech. Bagian terbaik dari program intensif Dicoding baginya adalah sesi ILT (Instructor-Led Training) soft skills.

“Sebagai peserta, saya sangat menanti-nanti setiap ada sesi ILT soft skills, karena instrukturnya berpengalaman di bidangnya, sehingga sesi yang dibawa sangat interaktif dan penuh materi baru,” ujar Shafa.

Tak hanya itu, Shafa juga memaksimalkan kemampuan teknisnya dalam pembuatan capstone project di program intensif Dicoding. Hal itu membuatnya mendapatkan penghargaan best capstone project dan menjadi lulusan terbaik program intensif Dicoding.

Rupanya itu semua mendorong Shafa mendapatkan pekerjaan sebagai Junior Developer di Paperless Hospital, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang teknologi dan berfokus menyediakan layanan digitalisasi dan automasi untuk rumah sakit. Saat mengikuti sesi user interview dengan tech lead di sana, Shafa menggunakan hasil capstone project-nya dalam program intensif Dicoding sebagai bahan presentasi kemampuan di depan user.

Selama menjawab pertanyaan interview, Shafa menjawab semua pertanyaan interview dengan baik berbekal materi soft skills yang telah diajarkan dalam sesi ILT program intensif Dicoding.

Fundamental Skills Kuat, Diandalkan Kantor untuk Menangani Application Programming Interface (API)

Saat ini, Shafa bekerja sebagai Junior Developer di Paperless Hospital dengan tanggung jawab mengembangkan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS). Tugasnya sangat penting, yaitu memberikan dukungan dari sisi tech untuk rumah sakit. Mulai dari kegiatan administrasi pelayanan, kebutuhan rekam medis elektronik, hingga berbagai kebutuhan digital lainnya. 

Ternyata semua proses digital tersebut harus menggunakan API (Application Programming Interface). Di situlah fundamental skills Shafa sangat diperlukan. Untungnya, dalam program intensif Dicoding, Shafa sudah diajari fundamental mengenai API dan cara merancang API sesuai dengan standar.

“Saya mengerjakan API di kantor. Saya harus tahu point of view dari sisi klien (re: rumah sakit) dan server saat berkomunikasi dengan API. Saya dapat ilmu mengenai itu semua dari kelas back-end di program intensif Dicoding. Jadi, saya tidak kesulitan,” ujar Shafa.

Ke depannya, Shafa berharap bisa mengembangkan sebuah produk yang menjadi solusi bagi banyak orang. Ia ingin ide ini bisa direalisasikan menjadi sebuah mini startup yang didukung banyak programmer di dalamnya dan dipimpin olehnya sebagai CEO.

“Belajar itu seumur hidup. Manfaatkan perkembangan teknologi untuk bisa meningkatkan value diri kita” tutup Shafa.

Kisah Shafa adalah bukti bahwa tidak ada kata terlambat untuk belajar. Asalkan ada kemauan, kamu bisa belajar dibarengi dengan mengerjakan tanggung jawab lain, karena goals akhir dari kuliah bukan hanya selesai, tapi juga harus memiliki value.

Kamu bisa lo berpindah-pindah bahasa programming, berpindah-pindah role developer dengan mudah, asalkan kamu paham fundamentalnya. 

Bangun fundamental skills-mu dalam program intensif terbaru dari Dicoding!
Cek di dicoding.com/tempa untuk coba pre-test fundamental GRATIS-nya.


Belajar Pemrograman Gratis
Belajar pemrograman di Dicoding Academy dan mulai perjalanan Anda sebagai developer profesional.