Fast API

FastAPI Vs Express Vs Laravel Mana yang Cocok untuk Pemula

FastAPI sering disebut pilihan modern untuk membangun API berperforma tinggi, tapi bagaimana jika dibandingkan dengan Express dan Laravel untuk pemula di Indonesia? Artikel ini akan menjelaskan perbedaan arsitektur, kemudahan belajar, contoh instalasi, performa, tooling, dan rekomendasi belajar praktis sehingga pembaca bisa memilih framework yang paling sesuai dengan tujuan proyek dan latar belakang bahasa pemrograman.

Perbandingan Arsitektur Antara Express dan Laravel Bagi Pemula

Express dibangun sebagai minimal framework di atas Node.js. Intinya hanya: routing, middleware, dan sedikit utilitas, selebihnya kamu bebas menata struktur folder, pola arsitektur, sampai cara mengelola business logic. Setiap request melewati rantai fungsi middleware yang bisa memodifikasi request/response, lalu diakhiri handler yang mengembalikan hasil. Sifat non-blocking dengan event loop membuatnya sangat cocok untuk API yang butuh banyak koneksi bersamaan, misalnya real-time service atau microservice ringan.

Laravel adalah full-stack PHP framework dengan pola MVC (Model–View–Controller). Arsitekturnya lebih “terarah”: ada lapisan routing, controller, model, view, plus fitur bawaan seperti dependency injection container, ORM Eloquent, queue, dan event. Request masuk ke front controller (public/index.php), diproses oleh middleware, diarahkan ke controller, lalu ke view atau API response. Di sisi eksekusi, PHP tradisionalnya berbasis proses/thread per request, sehingga setiap permintaan cenderung terisolasi dengan baik.

💻 Mulai Belajar Pemrograman

Belajar pemrograman di Dicoding Academy dan mulai perjalanan Anda sebagai developer profesional.

Daftar Sekarang

Secara visual sederhana, alur Express bisa dibayangkan: Request → Middleware 1 → Middleware 2 → Route Handler → Response. Sementara Laravel: Request → Front Controller → Middleware → Router → Controller → Model/Service → View/JSON → Response. Dari sini terlihat, Express memberi kebebasan maksimal (kamu merakit sendiri lapisan-lapisan tambahan), sedangkan Laravel sudah menyiapkan jalur yang lebih lengkap dan konsisten.

Untuk memilih, pikirkan tipe proyek: Express sering dipakai untuk microservice, API gateway, atau real-time backend karena non-blocking I/O-nya efisien. Laravel lebih nyaman untuk aplikasi web tradisional, monolith bisnis, atau sistem internal yang butuh fitur lengkap seperti authentication, email, dan queue tanpa banyak konfigurasi manual. Pada bab berikutnya, kamu akan melihat perbedaan ini lebih konkret lewat instalasi dasar dan contoh API Hello World di masing-masing framework.

Instalasi Dasar dan Contoh API Hello World di Ketiga Framework

Setelah memahami perbedaan arsitektur, langkah berikutnya adalah menyiapkan lingkungan kerja yang rapi. Untuk Express, pastikan Node.js dan npm sudah terpasang; untuk FastAPI gunakan Python terbaru dengan virtualenv; sedangkan Laravel membutuhkan PHP modern dan Composer. Di Windows, instalasi biasanya lewat installer resmi, sementara di macOS dan Linux lebih nyaman memakai package manager seperti brew atau apt. Lingkungan yang bersih akan mengurangi konflik versi dan memudahkan saat proyek mulai membesar.

Contoh Hello World minimal di Express bisa dibuat dengan satu berkas index.js:


Pada Laravel, struktur minimal melibatkan folder proyek yang dibuat dengan Composer, lalu rute API di routes/api.php:


Menjalankan server lokal pun cukup satu perintah: node index.js untuk Express, uvicorn main:app –reload untuk FastAPI, dan php artisan serve di proyek Laravel. Endpoint bisa diuji dengan curl http://localhost:3000/hello atau melalui Postman agar lebih visual. Jika muncul pesan seperti port already in use, ganti port di konfigurasi atau hentikan proses yang berjalan; jika ada dependency error, jalankan ulang npm install, pip install, atau composer install. Setelah pola dasar ini terasa nyaman, kamu akan lebih siap menyelami komponen dan keunggulan FastAPI yang akan dibahas berikutnya.

Mengenal Keunggulan dan Komponen Penting FastAPI

FastAPI adalah framework web modern untuk membangun API dengan Python yang mengandalkan type hints untuk melakukan validasi otomatis, dokumentasi, hingga autocomplete di editor. Di baliknya, FastAPI memakai Starlette sebagai fondasi web toolkit yang ringan dan cepat, lalu dijalankan dengan Uvicorn sebagai ASGI server berperforma tinggi. Untuk data, ia menggunakan Pydantic sebagai mesin definisi dan validasi model sehingga struktur request dan response bisa didefinisikan secara eksplisit. Kombinasi ini membuat kode tetap ringkas, tetapi perilaku aplikasi sangat terkontrol.

Fitur kunci FastAPI berputar di sekitar type hints, validasi otomatis, serta dokumentasi OpenAPI yang langsung tersedia lewat Swagger UI dan ReDoc. Dukungan async/await, dependency injection, background tasks, dan WebSockets membuatnya cocok untuk layanan modern seperti notifikasi real-time atau microservices yang intensif I/O. Jika di Express kamu sering menambah banyak middleware dan plugin untuk dokumentasi, dan di Laravel perlu konfigurasi tambahan untuk API docs, di FastAPI dokumentasi interaktif langsung muncul tanpa konfigurasi rumit. Pengalaman pengembangan terasa lebih “guided” karena editor bisa memberi saran tipe dan struktur data secara agresif.


Contoh di atas menunjukkan bagaimana Pydantic memaksa request JSON mengikuti skema Item, lalu otomatis terdokumentasi di /docs. Untuk mulai belajar, kamu bisa mengikuti dokumentasi resmi FastAPI, kanal YouTube yang membahas pembuatan REST API dengan FastAPI, atau kursus singkat di platform belajar daring. Proyek kecil yang cocok antara lain todo API, URL shortener, atau service backend sederhana untuk aplikasi mobile, yang nanti bisa kamu bandingkan performanya dengan proyek serupa di Express maupun Laravel sebelum masuk ke topik skalabilitas di bagian berikutnya.

Performa Skalabilitas dan Kasus Penggunaan Nyata untuk Pemula

Untuk menilai performa, tiga metrik dasar yang perlu kamu kenal adalah latency (waktu respons per permintaan), throughput (berapa banyak permintaan per detik), dan concurrency (berapa banyak permintaan yang bisa ditangani bersamaan tanpa tumbang). Arsitektur async di FastAPI dan Node.js memungkinkan satu proses menangani banyak koneksi I/O secara paralel, sehingga cocok untuk API yang sering menunggu respons database atau layanan eksternal. Sebaliknya, banyak aplikasi PHP tradisional masih berbasis model request–response sinkron per proses, yang sederhana untuk dipahami, tetapi kurang efisien ketika jumlah koneksi serentak mulai naik.

Dalam praktiknya, FastAPI dan Node.js sangat pas untuk API real-time, microservices, atau backend aplikasi mobile dengan ribuan permintaan kecil. PHP dengan framework seperti Laravel masih sangat kuat untuk aplikasi CRUD, e-commerce skala kecil–menengah, dan panel admin, terutama jika kamu mengutamakan kecepatan pengembangan. Untuk skalabilitas, kamu bisa mulai dengan vertical scaling (naikkan spesifikasi server), lalu beralih ke horizontal scaling memakai container seperti Docker dan orchestrator sederhana atau layanan serverless ketika trafik tumbuh. Banyak pengembang di Indonesia memilih kompromi: satu server VPS murah untuk tahap awal, lalu memecah ke beberapa layanan kecil berbasis FastAPI atau Node.js saat kebutuhan performa dan biaya mulai terasa tidak seimbang.

Tooling Debugging dan Dokumentasi Otomatis untuk API

Setelah bicara soal performa dan skalabilitas, langkah berikutnya adalah memastikan API mudah di-debug dan terdokumentasi dengan rapi. Di ekosistem Python, kombinasi logger bawaan, uvicorn –reload, pytest, dan FastAPI dependency injection sudah cukup kuat untuk pemula. Di Node.js, kamu bisa memakai debug atau winston untuk logging, nodemon untuk hot reload, lalu Jest dan supertest untuk menguji endpoint. Sementara di Laravel, kombinasi Laravel Telescope, Log facade, Pest atau PHPUnit, dan artisan serve sudah sangat membantu mengamati perilaku API.

FastAPI otomatis men-generate dokumentasi OpenAPI yang bisa kamu akses di /docs (Swagger UI) atau /redoc, sehingga cukup dengan mendefinisikan path operation dan Pydantic model, spesifikasi API langsung terbentuk. Di Express, dokumentasi serupa dapat dibuat dengan swagger-jsdoc dan swagger-ui-express, lalu diuji cepat memakai Postman collection. Laravel menyediakan API Resource untuk menstandarkan bentuk respons, yang jika dikombinasikan dengan paket seperti l5-swagger bisa menghasilkan halaman dokumentasi interaktif. Kuncinya, dokumentasi harus selalu mengikuti kode aktual, bukan sebaliknya.

Untuk debugging dasar, biasakan mengaktifkan logging terstruktur, membaca stack trace dengan saksama, serta memisahkan konfigurasi lewat environment variable seperti .env agar mode development dan production jelas. Contoh pola tes API yang sederhana bisa seperti ini:


Di Express, pola serupa dengan Jest dan supertest, sedangkan di Laravel kamu dapat memakai php artisan test –filter Api untuk menjalankan tes terkait API. Dokumentasi minimal berbasis OpenAPI pun tidak harus rumit; cukup definisikan paths, methods, dan contoh request-response yang nyata agar tim dan klien mengerti cara memakai API tanpa harus terus-menerus bertanya. Setelah tooling ini mulai nyaman digunakan, kamu akan lebih siap memasuki bagian berikutnya: menyusun rencana belajar bertahap yang selaras dengan tujuan proyek pertamamu.

Rencana Belajar Praktis Langkah Demi Langkah untuk Pemula

Setelah nyaman dengan debugging dan dokumentasi otomatis, saatnya menyusun rencana belajar delapan hingga dua belas minggu yang terstruktur. Kamu bisa menggunakan jadwal rencana belajar seperti ini:

  • Minggu 1: fokus pada dasar bahasa

    • Node.js → kuasai JavaScript async/await

    • Laravel → pahami PHP OOP

    • Django → perkuat fondasi Python

  • Minggu 2–3: pelajari routing, controller, dan konsep middleware (logging & error handling)

  • Minggu 4–6: fokus pada ORM, relasi tabel, serta latihan CRUD lengkap dengan validasi

  • Minggu berikutnya: lanjut ke autentikasi JWT, role-based access, dan dasar deployment ke VPS atau cloud (misalnya Railway atau Render)

Supaya terasa progresnya, susun latihan bertingkat: mulai dari API sederhana /hello, lanjut ke CRUD todo list dengan database, lalu tambah login dan refresh token, dan terakhir deploy ke internet. Jadwal harian bisa sesederhana dua jam per hari: tiga puluh menit baca dokumentasi, sembilan puluh menit ngoding tugas kecil dengan output jelas, misalnya satu endpoint baru yang sudah teruji dengan Postman.

Untuk dukungan komunitas, manfaatkan forum seperti Dicoding, Indonesian Programmer di Telegram, BandungDev dan komunitas JakartaJS atau Python ID di Meetup, lalu cari teman pair programming lewat GitHub atau Discord lokal. Di akhir, buat checklist: framework mana yang paling nyaman, mana yang paling cepat dipakai bikin prototipe, mana yang terasa kuat untuk API high performance, lalu cocokkan dengan tujuan proyekmu sebelum benar-benar berkomitmen mendalami satu ekosistem.

Penutup

Setelah membaca, pembaca akan memahami kelebihan dan keterbatasan tiap framework, serta jalur belajar praktis berdasarkan tujuan proyek: prototipe cepat, API high performance, atau aplikasi full stack. Ikuti rekomendasi instalasi dan latihan yang diberikan untuk menentukan pilihan dan mulai membangun proyek pertamamu dengan percaya diri.

Sekian pembahasan artikel kali ini, terima kasih sudah membaca artikel ini sampai akhir! Sampai jumpa dalam artikel lainnya. 👋


Belajar Pemrograman Gratis
Belajar pemrograman di Dicoding Academy dan mulai perjalanan Anda sebagai developer profesional.